Haul Agung Jayakarta, Momentum Mengingat Sejarah Dan Merawat Tradisi Leluhur

JAKARTA | Acara Haul Agung Jayakarta kembali digelar sebagai peringatan tahunan berdirinya pemerintahan Jayakarta. Tradisi ini diyakini sarat makna, karena mengingatkan masyarakat pada sejarah lahirnya Jakarta, yang berawal dari runtuhnya Sunda Kelapa hingga berdirinya Jayakarta.
Salah seorang tokoh adat menuturkan, sebelum mengalami perubahan besar akibat kolonialisasi VOC, Jayakarta dipimpin oleh sejumlah Pangeran Jayakarta. Seiring berjalannya waktu, kota ini berganti nama menjadi Batavia, dan barulah setelah kemerdekaan Indonesia, identitas Jakarta kembali digunakan sebagai ibu kota.
“Saya sangat senang dengan adanya acara peringatan ini. Paling tidak, ada nilai sejarah dan budaya tentang berdirinya Jakarta yang bisa disampaikan kepada publik. Intinya, kita bisa kembali mengingat awal mula lahirnya Jakarta,” ujarnya.
Dari sisi Keraton, acara haul ini dipandang sebagai momentum untuk menjaga tradisi dan budaya warisan leluhur.
“Visi dan misinya jelas, yakni menjaga budaya, tradisi, dan adat. Kalau bukan dari trah keturunan dan keluarga kerajaan, tentu sulit menjaga warisan leluhur. Contoh di Cirebon, masih ada beberapa keraton yang aktif menjaga nilai budaya dan tradisi, termasuk hubungan sejarah antara Cirebon dengan Jayakarta,” tambahnya.
Sejarah mencatat, Pelabuhan Jayakarta yang dipimpin Fatahillah memiliki keterikatan erat dengan Cirebon, sebab Fatahillah merupakan menantu Sunan Gunung Jati. Bahkan, Pangeran Jayakarta sempat memimpin di Cirebon sebelum kembali ke Jayakarta.
Tokoh adat tersebut berharap agar peringatan haul tidak hanya menjadi seremoni tahunan.
“Harapan saya, lembaga pemangku adat bisa membuat kegiatan yang lebih nyata dan bermanfaat. Misalnya pembelajaran seni budaya, tarian tradisi, nilai keagamaan sesuai ajaran leluhur, serta kegiatan sosial seperti santunan anak yatim dan fakir miskin. Itu akan lebih terasa maknanya,” ungkapnya.
Dengan demikian, Haul Agung Jayakarta bukan hanya menjadi ajang mengenang sejarah, tetapi juga sarana memperkuat nilai budaya, sosial, dan spiritual masyarakat Jakarta, (D.Arif/Sophia T).