Sensasi Naik Becak Kayuh Tradisional, Legenda Yang Masih Bertahan Di Pinggiran Tangerang

Sensasi Naik Becak Kayuh Tradisional, Legenda yang Masih Bertahan di Pinggiran Tangerang

TANGUT ||Pakuhaji


RBN.CO.ID-Sensasi menaiki becak kayuh tradisional bertenaga manusia kini terasa seperti menembus waktu. Kendara'an legendaris yang dulu menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat ini ternyata masih tersisa bukan sekadar kenangan di sudut-sudut pinggiran Kabupaten Tangerang.


Ada kesan yang sulit ternilai saat duduk di atas becak, kendaraan unik yang pernah berjaya pada era 1970-an. Siapa yang tak mengenal becak..? Ya, kendaraan roda tiga ini sempat menjadi primadona sebelum akhirnya perlahan tersingkir dan nyaris punah di era 1980-an.

Dulu, di ibu kota (masih bernama DKI Jakarta sebelum menjadi DKJ), becak dianggap biang kemacetan. Padahal, di balik kesederhanaannya, tersimpan kisah perjuangan manusia yang mengandalkan tenaga kaki untuk mengayuh roda demi mengantar penumpang ke tujuan.


Berbeda dengan kendaraan bermotor seperti Helica sama-sama beroda tiga namun bertenaga mesin becak adalah simbol kerja keras dan keteguhan. Tenaga manusia menjadi satu-satunya sumber daya penggeraknya, pedal dan rantai berpadu di bawah kendali tangan serta kaki sang joki yang duduk di atas sadel belakang.


Menariknya, di tengah hiruk-pikuk modernisasi, becak ternyata masih bisa dijumpai di wilayah perbatasan antara Kabupaten Tangerang dan Jakarta Utara, tepatnya di sekitar jalur lingkar utara Pantura Tangerang–Utara.


Pada Senin pagi (6 Oktober 2026), seorang bapak tua renta tampak bersemangat mengayuh becaknya di bawah mentari. Meski tubuhnya sudah renta, semangatnya tak pernah pudar. Ia tersenyum hangat saat mengantarkan seorang penumpang, seolah menghidupkan kembali romantika masa lalu yang kini kian sudah sangat langka jarang dijumpai.


Di tengah derasnya arus kendara'an bermotor, masih ada pemandangan yang mengundang rasa haru dan nostalgia di pinggiran Kabupaten Tangerang. Sebuah becak kayuh tradisional tampak melintas pelan di jalur lingkar utara Pantura Tangerang–Utara (Tang Ut) wilayah perbatasan dengan Jakarta Utara dengan pesisir bahari.


Kendaraan roda tiga bertenaga manusia ini seolah menolak punah oleh zaman. Meski usianya tak lagi muda, seorang pengayuh becak, Sutarman (68), disamarkan (Bukan nama aslinya) tetap setia menjalani profesi yang sudah ia tekuni sejak muda.


" Saya sudah narik becak dari tahun 1978, waktu itu masih ramai. Sekarang sudah jarang banget, tapi ya ini yang saya bisa. Selagi kuat, saya terusin saja," tutur Sutarman sambil tersenyum di sela-sela kayuhannya, Senin pagi (6/10/2026).


Becak, yang sempat berjaya di era 1970-an hingga awal 1980-an, dulu menjadi moda transportasi utama masyarakat perkotaan sebelum tergeser oleh bajaj, ojek, dan kendaraan bermotor lainnya. Di Ibu Kota, becak bahkan sempat dianggap biang kemacetan hingga akhirnya dilarang beroperasi.


Namun di daerah-daerah tertentu seperti Tangerang bagian utara, kendaraan legendaris ini masih bertahan, menjadi saksi perjalanan waktu dan keteguhan hidup para pengayuhnya.


 “Kalau dulu, sehari bisa bawa pulang lima ribu sampai sepuluh ribu, itu sudah besar. Sekarang kadang cuma dapat dua penumpang. Tapi saya senang, masih ada yang mau naik becak,” lanjut Sutarman, matanya berbinar mengenang masa lalu.


Bagi sebagian warga sekitar, keberada'an becak justru menjadi daya tarik tersendiri. Taer (49), seorang penumpang yang baru kembali menikmati sensasi naik becak setelah hampir 45 tahunan lebih tidak merasakannya.Menggunakan jasa Sutarman (Nama disamarkan)  untuk ke pulang, mengaku naik becak terasa berbeda dibanding kendara'an modern lain nya.


"Naik becak itu rasanya tenang, pelan, kayak dibawa balik ke masa kecil. Anak saya aja senang kalau naik becak ,berrkesan dech saya sambil menerawang jauh seolah terbawa kembali ke era 70han," ujarnya tersenyum.


Kini, di tengah hiruk-pikuk perkembangan transportasi modern, becak kayuh seperti milik Sutarman menjadi simbol keteguhan dan kenangan akan masa lalu. Kendara'an sederhana ini bukan sekadar alat angkut, tapi juga bagian dari sejarah yang masih hidup — mengayuh waktu di antara roda zaman yang terus berputar.


Red

Editor : Dewi Embem.

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to access array offset on value of type null

Filename: portal/visitor_counter.php

Line Number: 13